Jumat, 26 September 2014

Peran Ayah Dalam Pendidikan Anak

Dan (ingatlah) ketika Luqman berkata kepada anaknya, di waktu ia memberi pelajaran kepadanya: “Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan Allah, sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar,” (QS. Luqman (31) ayat 13).
Ayat ini, bersama dengan ayat-ayat serupa (al-Baqarah 132, Yusuf 67) bercerita tentang para ayah (Luqman, Nabi Ya’kub, dan Nabi Ibrahim) yang sedang mendidik anak-anaknya. Ternyata, proses pendidikan (dalam keluarga) yang digambarkan melalui al-Qur’an dilakukan oleh para ayah.

Tidak ada satu ayat pun yang memotret momen pendidikan dari para ibu, kecuali adanya perintah menyusui—tanpa menafikan tugas amar ma’ruf nahi mungkar yang sifatnya umum, baik untuk laki-laki maupun perempuan).
Dalam sebuah hadits, Rasulullah Muhammad SAW pernah bersabda, “Seorang ayah yang mendidik anak-anaknya adalah lebih baik daripada bersedekah sebesar 1 sa’ di jalan Allah.”
Nabi pun mencontohkan, bahkan ketika beliau sedang disibukkan dengan urusan menghadap Allah SWT (shalat), beliau tidak menyuruh orang lain (atau kaum perempuan) untuk menjaga kedua cucunya yang masih kanak-kanak, Hasan dan Husain. Bagi Nabi, setiap waktu yang dilalui bersama kedua cucunya adalah kesempatan untuk mendidik, termasuk ketika beliau sedang shalat.
“Setiap kamu adalah pemimpin, dan setiap pemimpin akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang dipimpin.
Seorang suami adalah pemimpin bagi anggota keluarganya, dan ia akan dimintai pertanggungjawaban terhadap apa yang telah dipimpinnya atas mereka.” (HR. Muslim)
Sudah jamak diketaui, di dalam syariat Islam, kedudukan seorang ayah dinilai sangat penting dan mulia. Malah, hadis di atas mengungkapkan bahwa Ayah adalah kepala keluarga yang memimpin isteri, anak dan siapa saja yang tinggal bersamanya. Karena itu, setiap laki-laki yang diklaim sebagai ayah akan dimintai pertanggungjawaban oleh Allah Swt. Timbul pertanyaan, apa saja beban yang dipikul seorang ayah terhadap anaknya? Sejauh mana peran ayah dalam mendidik anaknya?
Ayah, di dalam Islam, bukan hanya berperan sebagai ‘hamba’ yang diamanahi untuk membesarkan anak yang ‘dititipkan’ kepadanya. Dalam Islam, beban utama yang dipikul ayah adalah sebagai pembentuk generasi Islam yang saleh.
Karena menjalankan tugas dan kewajiban merawat anak secara syar’i hanyalah bertujuan untuk menjadikannya sebagai perhiasaan. Dikatakan perhiasan, karena anak yang akan menjadi bekal saat ditanya di hadapan Allah, dan mampu memberikan ‘bonus’ amal. Ia tak perlu merasa risau, karena anaknya sendiri yang akan menjadi saksi betapa ayahnya, memang, telah membentuknya menjadi generasi muslim yang saleh.
Apa saja yang harus dilakukan seorang ayah agar anaknya memiliki kepribadian yang saleh dan menjadi generasi Islam yang unggul? Jawabannya
pembentukan dalam pendidikan akhlak. Akhlak dijadikan pendidikan yang paling utama, karena di dalam Al-Quran sendiri cukup banyak termuat kaidah-kaidah akhlak dan etika dalam segala aktifitas manusia.
Pendidikan a`nak perempuan sekalipun menjadi tanggung jawab ayah. Begitu intensifnya peran ayah dalam pendidikan anak-anaknya, hingga tatkala menjelang sakaratul maut pun, seorang ayah yang baik memastikan sejauh mana keberhasilannya dalam mendidik anak-anaknya dengan bertanya kepada mereka, “Apa yang kamu sembah sepeninggalku?” (maa ta’buduuna min ba’dii, al-Baqarah 133).
Sungguh berbeda dengan kondisi masyarakat kita yang seakan-akan membebankan semua urusan anak-anak kepada para istri, dan menghabiskan waktunya untuk urusan di luar rumah. Seorang dokter yang sangat sibuk ternyata bisa dengan antusias mendidik para mahasiswa kedokterannya dan bahkan berceramah keliling nusantara, namun, bagaimana mungkin dia menjadi begitu loyo dan beralasan tidak punya waktu ketika harus mendidik anak-anaknya sendiri?

Sumber : islampos (edit)

Waduk Jatiluhur, Purwakarta

Waduk yang ada di Indonesia memang cukup banyak. Salah satunya yang terbesar dan merupakan waduk serbaguna yang pertama di Indonesia adalah Waduk Jatiluhur. Waduk Jatiluhur ini berlokasi di Kecamatan Jatiluhur, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat.
Ketua Rumah Kreatif Elfatih, Asep Saefullah sedang mengunjungi waduk jatiluhur bersama anak-anak Sekolah Alam Indonesia

Di lokasi Waduk Jatiluhur ini terdapat beberapa jenis wisata air, mulai dari berdayung sampan sampai water boom. Panorama bendungan yang memiliki luas 8.300 hektar ini juga sangat memesona. Waduk Jatiluhur ini dibangun oleh kontraktor asal Perancis pada tahun 1957 dengan potensi air sebesar 12,9 miliar meter kubik per tahun

Waduk Jatiluhur dapat dijadikan sebagai alternatif sebagai tempat rekreasi bersama keluarga. dengan fasilitas yang memadai waduk ini memang pantas dijuluki sebagai waduk serbaguna. Fasilitas-fasilitas yang ada di lokasi Waduk Jatiluhur ini antara lain, hotel atau bungalow, tempat makan, lapangan tenis, bilyard, perkemahan, kolam renang yang dilengkapi dengan water slide, ruang pertemuan, sarana rekreasi, dan olahraga air, dan playground. 

Selain itu, di lokasi Waduk Jatiluhur ini juga terdapat tempat budidaya ikan keramba jaring apung. Wisatawan yang memiliki hobi memancing dapat memburu ikan saat siang ataupun malam. Bila malam tiba, suasana menjadi semakin seru sambil menikmati ikan bakar.
Jalan-jalan yukk...

Senin, 01 September 2014

Mendidik Anak dengan Cinta


DR. Maisarah Thahir berkata: Sarana tarbiyah dengan cinta, atau bahasa cinta, atau abcd cinta, ada delapan : Kosa kata cinta, Pandang mata cinta, Suapan cinta, Sentuhan cinta, Selimut cinta, Pelukan cinta, Ciuman cinta, Senyum cinta.

Pertama: Kosa kata cinta

Berapa kosa kata cinta kita ucapkan kepada anak-anak kita?

Dalam sebuah kajian dikatakan: seorang anak dari bayi sampai ABG telah mendengar tidak kurang dari 16 ribu kosa kata buruk, namun, ia hanya mendengar ratusan kosa kata baik!

Image yang tergambar dalam pikiran seorang anak tentang dirinya merupakan salah satu hasil dari omongan yang didengarnya, seakan sebuah kosa kata adalah sebuah kuas di tangan seorang pelukis, bisa jadi ia melukiskannya dengan warna hitam, bisa juga melukiskannya dengan berbagai warna indah. Jadi, kosa kata-kosa kata yang ingin kita ucapkan kepada anak-anak kita, harus yang baik, kalau tidak baik, jangan kita ucapkan.

Sebagian orang tua, sebagian kosa katanya (merendahkan, menjelek-jelekkan, merendahkan ciptaan Allah), akibatnya terhadap anak adalah (mengurung diri, permusuhan, ketakutan, tidak percaya diri).

Kedua: pandang mata cinta

Jadikan kedua matamu tepat pada kedua mata anakmu, disertai senyuman, dan bergumamlah dengan suara tidak terdengar: “aku mencintaimu wahai si fulan”, 3 atau 5 atau 10 kali, jika hal itu disikapi oleh anakmu celaan, atau merasa aneh, dan ia berkata: “apa yang kamu lakukan wahai ayahku”, maka jawablah: “aku rindu kepadamu wahai fulan”. Jadi, pandangan mata, dan cara ini, mempunyai dampak dan hasil yang luar biasa.

Ketiga: Suapan cinta


Cara ini tidak bisa dilakukan kecuali seluruh anggota keluarga berkumpul di satu meja makan. [nasihat: janganlah menempatkan tv di ruang makan], agar terjadi interaksi dan pertukaran pandangan mata. Dan saat menikmati santapan makan, hendaklah orang tua berusaha menyuapkan beberapa suap ke mulut anaknya [dengan catatan, anak kelas V atau VI SD ke atas, pasti merasa bahwa cara ini tidak bisa mereka terima], jika sang anak menolak menerima suapan itu di mulutnya, maka letakkan pada sendok atau piringnya. Hendaklah saat menyuapi disertai dengan pandangan mata cinta diiringi senyuman, kosa kata indah dan suara pelan: “demi Allah wahai anakku, saya sangat ingin menyuapimu dengan suapan ini, ini adalah kurir cintaku wahai sayangku”, setelah ini, pasti dia mau menerimanya.

Keempat: Sentuhan cinta
DR. Maisarah berkata: saya naihatkan agar orang tua memperbanyak sentuhan terhadap anaknya. Bukan sebuah kebijakan jika seorang ayah berbicara dengan anaknya pada dua kursi yang berbeda. Sebaiknya sang anak ada di sampingnya, dan hendaklah tangan sang ayah menempel di bahu anaknya (tangan kana nada di bahu kanan). Kemudian DR. Maisarah menjelaskan cara nabi SAW menghadapi lawan bicaranya: “Nabi Muhammad SAW menempelkan kedua lututnya dengan lutut lawan bicaranya, dan meletakkan kedua tangan beliau di atas kedua paha lawan bicaranya, dan posisi menghadap secara penuh”. Sekarang terbukti bahwa sekedar sentuhan seseorang merasa dicintai dan kehangatan hubungan meningkat ke puncak tertinggi. Karenanya, jika hendak berbicara dengan sang anak, atau hendak menasihatinya, janganlah duduk berjauhan, sebab, dengan begini, terpaksa harus bersuara keras, dan [suara keras membuat sang anak lari] dan jika sang anak itu laki-laki, maka peganglah bagian pahanya, dan jika sang anak perempuan, maka peganglah bahunya, dan peganglah tangannya dengan penuh kasih saying, letakkan kepala sang anak pada bahu sang ayah, agar ia merasa dekat, aman, dan tersayang, sambil katakana: “Aku bersamamu, aku akan memohonkan pengampunan untukmu jika kamu bersalah”.

Kelima: selimut cinta

Hendaklah setiap malam seorang ayah atau ibu melakukannya, jika sang anak telah tidur, maka datangilah ia dan ciumlah, niscaya dia akan merasakan kehadiranmu, karena jenggot wajahmu yang biasa engkau bercanda dengannya, jika ia membuka satu matanya sedangkan yang lainnya masih meram dan ia berkata: “engkau datang wahai ayahku?”

Maka katakan kepadanya: “Betul, aku datang wahai sayangku!”. Dan selimutilah dia

Dalam pemandangan ini, sang anak akan berada dalam kondisi setengah sadar antara tidur dan tidak, dan pemandangan tadi akan tetanam dalam pikirannya, dan saat ia terbangun pada esok harinya, ia akan teringat bahwa semalam ayahnya datang dan melakukan ini dan itu.

Dengan perbuatan seperti ini, menjadi dekatlah jarak antara orang tua dan anak dan kita wajib dekat dengan anak dengan pisik dan hati kita.

Keenam: Dekapan cinta

Janganlah kalian pelit dengan dekapan terhadap anak. Sebab, keperluan anak kepada dekapan sama dengan keperluannya kepada makanan, minuman dan udara, setiap kali ada yang terkonsumsi, niscaya diperlukan yang lainnya.

Ketujuh: ciuman cinta


Rasulullah SAW mencium salah seorang cucunya; Hasan atau Husain. Perbuatan ini terlihat oleh al-Aqra’ bin Habis, maka ia berkata: “Apakah engkau mencium anak-anak kecil?!! Demi Allah, saya mempunyai sepuluh anak, tidak pernah aku mencium seorang pun dari mereka!! Maka Rasulullah SAW bersabda: “Kalau saja aku mempunyai kemampuan untuk mencabut kasih sayang dari dalam hatimu”

Wahai para orang tua, ciuman kepada anak merupakan satu ekspresi kasih sayang, betul, kasih sayang yang menjadi focus ajaran Al-Qur’an, Allah SWT menjelaskan bahwa ia merupakan rahasian ketertarikan manusia kepada suatu keyakinan, dan jika kasih sayang ini hilang dari perilaku kita terhadap anak-anak kita, berarti kita telah menjauhkan mereka dari kita, baik kita sebagai perseorangan maupun kita sebagai para da’i, da’i Islam.

Kedelapan: Senyum cinta

Inilah sarana-sarana cinta, siapa yang menerapkannya, niscaya mendapatkan cinta dari mereka yang berinteraksi dengannya.

Sebagian orang tua saat dinasihati demikian berkomentar: “Kami tidak terbiasa”.

Subhanallah!! Adakah kebiasaan itu Qur’an yang turun dari langit yang kita tidak bisa merubahnya!!

Sarana-sarana ini ibarat air, dengannya tanaman cinta akan tumbuh di dalam hati. Dan jika kita ingin dibaiki oleh anak kita, baikilah anak kita, dan sayangilah mereka.

Perlu diketahui bahwa cinta tidak sama dengan tutup mata atau membiarkan kesalahan.[al-ikhwan.net/im]